Alahan Panjang, Negeri Tempat Ku Dibesarkan
dan Danau Kembar Saksi Bisu
Keberadaaan Ku
Gamb.Penampakan Alahan Panjang |
Pertanian di Alahan Panjang memang
mendominasi, namun nasib mereka bukanlah seperti apa yang difikirkan oleh
masyarakat umumnya. tahun ini , 2016 banyak petani-petani sukses Alahan Panjang
yang mulai menampakkan wajudnya. Di akun social, aku pun bertindak sebagai
pengamat, banyak penduduk Alahan Panjang
yang menulis dijaringan sosialnya dengan kata-kata yang berisi bangga jadi anak
petani.
1.
“
bangga jadi anak petani”
2. “awak iyo petani nyo diak, tapi
walaupun baitu, hiduik wak makmur”( aku memang petani, tapi
walaupun begitu hidupku makmur
Saat
ini Aku hidup didesa yang mulai berkembang, yang pikiran masyarakatnya mulai
maju dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Akan tetapi sayang, minat pribuminya
masih banyak yang mementingkan keinginan orang tua untuk menjadi seorang
petani, bahkan yang bahayanya, anak yang
kewajibannya menempuh pendidikan malah memilih sebagai petani, memang, di Alahan
Panjang petani adalah salah satu profesi yang menjanjikan. Namun itu seketika, hanya
saat hasil panen dan harga yang menggiurkan, namun jika telah murah sebagian
besar masyarakatnya akan mengeluh.
“yo sabana murah sadue galeh kini, tomat
murah, bawang murah, jo a lah ka manyambuang hiuik ley go” (semua bahan
jual murah, tomat murah, bawang murah, dengan apa akan menyambung hidup lagi)
Mungkin
itu adalah segelintir kecil keluhan dari
masyarakat. Dan memang kedua tanaman diatas adalah tumbuhan mayoritas
dinegeriku.
Di
Alahan Panjang, hidup tak lah sesulit dinegeri orang. Bersyukurlah Aku tumbuh dan dibesarkan
dinegeri ini. Aku tak menemui orang yang mati kelaparan disini, aku hanya
menemui prinsip masyarakat negeri alahan panjang yag masih dipegang teguh
penduduk pribuminya.
“Selama raga masih mau bekerja, kau
tak akan kelaparan”
Memang,
sifat kemurah hatian sesama penghuni Alahan Panjang saat ini masih terjaga.
Jika kita tak memiliki bawang untuk memasak, akan ada tetangga yang akan
memberi, begitupun sebaliknya.
“Ni,
yo banyak panen kini yo ni, mintak bawang gak 2 incek ni?” (ni, sekarang banyak
panen ya, minta bawang 2 buah ni?)
Sambil bercakap , lalu si uni pun
akan memberi bawang, jumlahnya bukanlah 2 buah , namun biasa nya melebihi dari
itu, seperti itu lah masyarakatku dengan sesamanya.
Gamb. Villa Danau Diatas |
Gamb. Danau Dibawah |
“ Di zaman dahulu kala ada seorang
niniak (Orang yang Sudah Tua) yang bernama Niniak Gadang Bahan yang kerjanya
adalah Maarik kayu (membuat papan atau tonggak). Niniak ini sangatlah unik,kenapa? Karena badannya besar tinggi dan bahannya sebesar
Nyiru. Bahan yang dimaksud di sini adalah beliungnya atau kampak (alat untuk
menebang kayu dan membuat papan). Nyiru adalah tempat menempis beras. Setiap
berangkat ke hutan niniak ini tidak lupa membawa beliungnya. Niniak ini
makannya hanya sekali seminggu, tapi sekali makan 1 gantang. Untuk mendapatkan
kayu atau papan yang bagus dia harus naik bukit atau hutan. Setelah beberapa
hari dalam hutan dia akan pulang dengan membawa beberapa helai papan atau tonggak
yang telah jadi dan membawa ke pasar untuk di jual. Dari hasil penjualan papan
atau tonggak inilah dia menghidupkan keluarganya.
Pada suatu hari ketika niniak ini berangkat ke hutan, di tengah
hutan tempat yang biasa dilewati, jalannya tertutup. Niniak ini kaget, kenapa
ada makhluk yang menghambat jalannya. Makhluk ini sangatlah besar sehingga menutup pemandangannya. Niniak
berusaha mengusirnya tapi makhluk ini
tidak bergeming, malah menyerang balik .
Ternyata makhluk ini adalah seekor ular naga yang besar. Tidak bisa disangkal
lagi darah pituah niniak moyang langsung mengalir ke seluruh tubuh niniak,
katanya:
“lawan pantang dicari, basuo pantang dielakkan” (Lawan tidak di
cari, kalau bertemu pantang mengelak)
Sehingga dengan adanya ini terjadilah perkelahian antara naga dan
niniak gadang bahan. Naga melakukan penyerangan, Niniak Gadang Bahan tidak
tinggal diam. Seluruh kemampuan yang dimiliki oleh niniak gadang Bahan di
keluarkan. Beliung yang berada di tangan Niniak gadang Bahan bereaksi, dan
memang Niniak Gadang Bahan sangat ahli memainkannya, tentu jurus-jurus silat
yang sudah mendarah daging tak lupa
dikeluarkan. Akhirnya Naga betekuk lutut dan menyerah. Naga kehabisan darah
karena sabetan beliaung Niniak Gadang Bahan. Kepala Naga Nyaris putus, darah
mengalir dengan deras. Angku Niniak Gadang Bahan menarik naga dan melempar dengan sekuat tenaga hingga
sampai ke sebuah lembah.
Setelah berlangsung beberapa lama Angku Niniak Gadang Bahan
mendatangi lembah tempat naga dilemparkan. Ternyata Niniak Gadang Bahan kaget,
naga tersebut ternyata tidak mati, dia malah melambangkan badannya dengan
posisi membentuk angka delapan, darah dari kepala ular tetap mengalir sehingga
memerahkan daerah tersebut. Sehingga daerah ini menjadi tempat kunjungan yang
manarik bagi Angku, dan juga orang-orang yang ada di sekitar itu. Tapi apa yang
terjadi, lama-lama badan ular ini mulai tertimbun oleh tanah, dan diantara dua
lingkaran ular itu tergenanglah air yang membentuk dua danau kecil. Lama
kelamaan danau ini terus semakin besar, sehingga terbentuklah dua buah danau
yang besar dan indah.
Kejadian inilah yang melatar
belakangi terjadinya peristiwa tersebut. Sehingga dari dua danau tersebut
dikenal juga dua nama daerah. Pertama adalah Lembah Gumanti, yang berasal dari
kata “lembah nago nan mati” yaitu sekarang menjadi nama Kecamatan dari tempat
kedua Danau ini dan tentu saja tempat Aku tinggal. Dan sebagian ada juga yang
mengartikan “Lembah Nago nan Sakti”.
Yang kedua adalah sebuah daerah yang bernama
“Aia Sirah” (Air Merah). Di daerah ini terkenal dengan airnya yang merah. Konon
ceritanya, penyebab dari air di daerah
itu merah adalah darah yang terus keluar dari kepala naga, karena sampai
sekarang Naga tersebut masih hidup dan masih mengeluarkan darah. Ditambah lagi
cerita antara Angku Niniak Gadang Bahan dan Naga pernah terjadi dialog, dan
menghasilkan sebuah perjanjian yang berisi:
“ Satu kali setahun harus ada yang menjadi tumbal di danau ini”
Dan ini menjadi kebenaran oleh penduduk setempat,
bila dalam satu waktu tertentu bila ada yang tenggelam di Danau ini, mereka
kembali mengangkat legenda ini. Dan memang yang merasa anak cucu keturunan
Angku Gadang Bahan merasa yakin bila mengharungi danau ini.
Itulah sekilas mengenai negeriku dan
danau kembar yang menjadi saksi bisu aku
dilahirkan hingga mampu berlari diatas bumi gumanti.
By: Fatma Zahra
Alahan Panjang, Jum`at, 19 Agustus
2016
kunjungi juga: fzahra97.blogspot.com
E-mail; fzahra97@ymail.com