Tuesday 3 March 2020

Pengalaman PKPA part 1

Hay guys...gimana kabarnya?
Semoga sehat selalu ya😁..
Oke..kali ini aku mau shering mengenai kegiatan PKPA aku nih..

Nah, ketika Aku  kuliah profesi Apoteker, Aku PKPA di 6 tempat. Yaitu di rumah sakit, dinas kesehatan kota, puskesmas, PBF, industri dan terakhir di Apotik. Untuk namanya ngak usah disebut ya, hehe..takutnya ntar ada yang merasa dirugikan. Tau ngak sih, sebenarnya di PKPA itu banyak sekali ilmu dan pengalaman yang didapat, ada pengalaman suka, adapula pengalaman duka, yang perlu kamu tau, PKPA itu hanya indah untuk dikenang, bukan untuk diulang lagi. Kali ini aku ngak mau ngejelasin panjang² ya, soalnya malas ngetik hehe..poin² aja ya..mudah-mudahan teman-teman semua ngak bosan baca ceritanya aku.
Kali ini aku mau cerita tentang rumah sakit aja dulu ya😁🙏

1. Rumah Sakit adalah tempat PKPA pertama Aku lo😁

2. Ketika pertama memasuki rumah sakit, aku takjub banget, dalam hati berkata “jadi bagini ya suasana kalau di rumah sakit” haha ketahuan banget kalau aku baru pertama kali kerumah sakit.

3. Hari pertama masuk, rasanya sangat wah sekali, disertai pakaian putih yang rapi dan name tag yang mengantung dijilbab masing-masing. Tak lupa dengan sepatu mengkilap karena masih baru. Dan yakinlah, mata pun akan tertuju ketika  segerombolan semut kian kemari selalu bersama. Aku sangat ingat, waktu pertama kali masuk, hujan sangat deras, sehingga kamipun harus berangkat kesini dengan grab.

4. Hari pertama disini, Aku dan teman lainnya yang berjumlah 16 orang di orientasi terlebih dahulu. Dikenalin dengan rumah sakit dan segala isinya. Dikenalin dengan para direktur, pagawai dan para staf, dikenali dengan tata tertib, diajak jalan-jalan  kesegala penjuru ruangan, dan ini tentu saja membuat lutut lelah. Maklum, rumah sakit itu merupakan salah satu rumah sakit terbesar dan bertingkat yang ada diprovinsiku, meskipun ada lift, tapi kami lebih disarankan untuk naik tangga. Karena  status sebagai anak baru, dan semakin oon nya, kamipun mengikuti.

5. Awal pertama disana, kami sangat patuh, setiap siapa yang lewat selalu senyum dan sapa, tak lupa juga dengan para pasien.

6. Karena kebetulan kami bertugas nya dibagian farmasi, maka kami dibagi menjadi 4 kelompok, ada yang dibangsal anak, neuro, interne dan instalasi farmasi (rawat jalan, bagian produksi dan sterilisasi).

7. Hari kedua, aku masuk bangsal neuro. Disana, aku dan 3 orang teman ku seperti orang bodoh. Bagaimana tidak, kami tidak tahu apa yang harus kami lakukan. Kami hanya akan duduk ketika dipersilahkan duduk. Ketika karu memerintahkan untuk mengasih obat kepasien, kami pun mulai kebingungan, apa yang harus kami sampaikan ke pasien mengenai obatnya, apa yang harus kami lakukan jika pasien nanya balik, Ah, sungguh sesuatu  menguras otak. Kami harus men-searching google terlebih dahulu. Karena tak mungkin kami langsung berhadapan dengan pasien tanpa bekal sedikitpun. Waktu itu kami memberikan obat setiap jam 8, 12 dan 4 sore.

8. Fakta yang Aku temui disana, antara perawat, dokter, bagian farmasi dan tenaga kesehatan lainnya tidak saling akur.

9. Bangsal anak, adalah bangsal terseram yang membuat menggigil setiap kali masuk.  Kenapa begitu? Karena dokter nya disiplin tinggi serta paling ditakuti oleh dokter lain. Aku tahu itu. Aku tahu dari cerita dua orang perawat yang merupakan asistennya, dan dari dokter yang satu ruangan dengannya. Temanku pernah dimarahi. Aku juga. Aku paling ingat ketika dokter itu bilang begini “ Percuma kamu disini jika obat untuk tifoid aja kamu ngak tau. Kamu ngak lulus dengan saya. Masa iya golongan obat quinolon kamu berikan kepada anak-anak”. Tersentak Akupun terdiam. Lalu dokter itu pun menulis nama saya dikertas buram lalu mengancam akan memberikan kepembimbing saya dirumah sakit. Saya masih ingat waktu teman saya diberi nilai 60, 0 dan aku minus 0. Aku tahu, itu kesalahanku. Kesalahan ku yang tidak membaca materi sebelum memberanikan diri bertemu dengan dokter itu. Saat itu, temanku satu kelompok hanya memandangin ku. Aku tahu waktu itu adalah waktu yang panjang bagi kami ketika berada diruangan itu. Mungkin sekitar 2 jam-an. Ketika itu kami ditanya dengan pertanyaan yang antah berantah, dan kami yakin yang lebih memahaminya adalah dokter. Karena kami yakin, kami tidak berkompetensi dalam menegakkan dan mendiaknosa suatu penyakit. Kami tidak tahu bagaimana langkah diagnosa dan anamnesa secara berurutan yang benar. Setelah keluar dari ruangan dokter itupun, kami duduk disuatu kursi panjang lalu tertawa terbahak-bahak menertawai kebodohan kami “ santai aja, nikmati, hadapi dan lupakan” ucap salah satu temanku. Dan itu merupakan salah satu semboyan ketika tiap kali pertemuan dengan dokter itu usai.

10. Masih dlbangsal anak. Ketika aku tak mengerti cara mencari dosis, udah tanya ke bagian AA tidak mengerti, lalu aku memberanikan diri bertanya ke dokter lain yang juga dokter anak. Dokter itu membantu saya mencarikan, tetapi hasilnya juga belum ditemukan. Diapun minta bantuan ke perawat lain. Juga tidak membuahkan hasil. Satu kata dokter senior ini yang berkesan “ tolonglah bantuin anak ini, iba kita, ntar kena marah dia”. Hehe terima kasih ibuk, atas usahanya waktu itu mesti tidak membuahkan hasil.

11. Masih dibangsal anak, kami pernah dimarah-marahin dihadapan pasien  oleh dokter yang tadi karena tidak tahu tentang perkembangan pasien. Kami juga pernah melihat secara langsung dokter tersebut memarahi pasien. Darisana kami tahu, dokter ini harus diikuti perintahnya. Saya masih ingat kata-katanya “ yang dokter disini siapa? Ibuk atau saya, jika anak ibuk ingin sembuh silahkan percaya saya, jika tidak silahkan cari dokter lain dan bawa anak ibuk pulang” lalu si dokter itupun memaksa menyuntik anak yang berumur kira-kira 1 tahun-an dengan paksa. Waktu itu semua isi rungan senyap tanpa suara kecuali suara dokter itu. Walaupun begitu, Aku salut dengan ketegasa dokter ini.

12. Masih dibangsal anak, temanku pernah dimarahin sama orang tua pasien karena timbangan rumah sakit yang tidak akurat. Kami pun berusaha menjelaskan tetapi diapun tetap menolak “percuma menimbang jika tidak akurat”. Kami pun terdiam lalu pergi disertai dengan cerosos berkepanjangan. Oh ya, dibangsal anak setiap pagi kami harus melakukan pengecekan suhu sama berat badan badan pasien. Lalu menanggapi hal ini, kami mencoba menimbang berat badan kami dan jalan-jalan sambil mencari timbangan lain, dan tentu diruangan dokter yang kami anggap paling baik. Lalu setelah terdapat perbedaan, barulah kami berani mengatakan ke perawat dak dokter bahwa timbangan yang digunakan untuk menimbang anak-anak tersebut tidak akurat.

13. Dirumah sakit ini, kami menemui orang hampir dengan segala sifat. Ada pemarah, pencerita, pensenyum, ramah tamah, keras kepala dan sebagainya. Yang paling berkesan ketika aku mengasih obat, setelah aku pergi aku dipanggil kembali oleh keluarga pasien, lalu mereka bertanya “adek masih SMP ya?” Lalu akupun menjelaskan bahwa Aku adalah mahasiswa profesi yang sedang praktek di Rumah Sakit ini. Lalu mereka pun tercengang heran dan Aku pun pergi. Mungkin awet muda banget ya hehe..Aku juga pernah dipanggil “adek kecil” oleh abang-abang AA yang katanya dia adalah mantan napi. Atau pun  dipanggil “Fatimah” setiap kali ketemu oleh bapak-bapak yang memegang bagian sterilisasi karena nama anak nya yang mirip namaku. Sungguh hal tersebut terkadang menjadi candaan temanku.

14. Dirumah sakit ini aku juga menemui hal unik, ketika salah seorang pasien yang telah lama menetap di Australia, masuk rumah sakit, pagawai rumah sakit heboh, beritanya cepat tersebar. Karena orang tersebut sekeluarga telah lupa dengan bahasa indonesia. Mareka hanya bisa bahasa inggris. Sehingga ketika orang lain berbahasa inggris yang terlontar dari pegawai-pegawai RS ini adalah “cemoohan”.Dari sini aku belajar, betapa pentingnya bahasa inggris. Dari sini aku juga belajar, jangan pernah melupakan bahasa dimana kita dilahirkan.

15. Dirumah sakit ini, saya juga pernah masuk keruangan ICU untuk mengantarkan obat serta alkes lainnya. Ruangannya cukup bersih, sejuk, hening. Didalamnya terdapat pasien dengan kondisi yang sangat lemah. Alat penunjang kehidupan terpasang diseluruh tubuh. Hanya detak alat yang terdengar disana disertai erangan para pasien. Sungguh, sesuatu yang sangat menyedihkan. Disana aku bersyukur, bahwa Tuhan telah memberikan nikmat kesehatan yang lebih terhadapku.

16. Saya juga pernah mengantarkan pasien bersama perawat lainnya ke ruangan CT-scan. Selama perjalanan Aku menemui keluarga pasien yang sangat harap-harap cemas menunggu keluarganya yang masih sakit. Ini sangat menyedihkan. Mereka tidur dilantai dan sedikit beralaskan tikar. Aku yakin, mereka sepertinya juga kelaparan atau kekurangan tidur. Karena hal tersebut tergambar dari raut wajah yang sangat kelelahan.

17. Ketika bersebelahan dengan ruangan emergency, hampir setiap hari Aku harus mendengar pekik tangis keluarga pasien yang ditinggal keluarganya. Aku juga pernah menyaksikan secara langsung mayat yang dikeluarkan dari ruangan itu. Nyawa itu tlah tiada membujur kaku diatas dipan. Ketika melihat, aku selalu memperhatikan hingga dipan itu tak nampak lagi dipelupuk mata. Sungguh, suatu yang menyedihkan bagi keluarga yang ditinggalkan. Dari sini, aku juga banyak mendengar cerita dari AA yang bertugas dirungan ini. Katanya, “setiok urang yang ka maningga, pasti ado se nan nampak dek nyo mah, ado nannnyo sabuik  nampak sesuatu nan hitam kecek nyo, ado yang maajak inyo pai capek, pokok e macam-macam lah” ungkapnya.

18. Disini, ketika berada dibagian produksi, kami juga pernah berhubungan langsung dengan  narkotik dan psikotropik.  kami tak meminumnya, tetapi hanya menghaluskan, lalu memasukkan kedalam kapsul. Efek dari obat ini sungguh biasa. Seketika pulang dari rumah sakit, jantung kami berdebar tak menentu, dan bahkan membuat kami tertidur dlebih pulas dibanding biasanya. Jadi saran Ku, jangan pernah sekalipun terjerumus kedalam limbah pe-narkobaan.

19. Ketika berada diruangan sterlisasi, Aku dan kalompokku juga pernah diusir karena tidak memakai masker. Lalu kami keluar mencari masker dekat mart yang ada dirumah sakit ini. Tapi belum buka karena hari masih pagi. Lalu muncullah salah satu ide dari temanku. “Gimana kala kita ambil diruangan produksi aja?” lalu yang lainnya pun mengiyakan. Lalu disambungnya, “kita kan udah kerja kemaren, ngak papa nyuri”. Ujar salah satunya. Dalam hati ku “wih, berani sekali temanku”. Lalu kami pun berlari menuju bangunan satunya lagi dan menaiki tangga serta lift, lalu mengendap-endap masuk ruangan produksi, dan salah satu temanku mengambil masker yang kita butuhkan. Tak lama datanglah petugas ruangan, lalu dengan berkilah, temanku pun bilang ada sesuatu yang lupa lalu diambil. Sungguh, dosa terindah saat itu. Lalu kami pergi dak tertawa lagi terbahak-bahak.

20. Selama PKPA dirumah sakit, kami harus begadang hampir tiap malam untuk mengerjakan laporan. Dibanding kelompok lain, kelompok kami adalah kelompok tersantai. Tapi saat ini Aku bahagia, Aku tak lagi terbebani dengan tugas-tugas yang menguras pikiran. Aku tak lagi begadang. Dan kini tidurku pun nyenyak.

21. Selama PKPA, inilah kelompokku yang terparah, kami berani duduk² dikantin walau sebenarnya sudah ditegaskan bahwa jam 1 harus masuk. Kami yang sering bolos, telat masuk, terkadang dongkol, kami yang selalu bergunjing, kami yang selalu santai ketika dimarahi. sungguh itu adalah sesuatu yang terkonyol saat itu.

Segini aja dulu ya guys..
Karena mata udah ngantuk dan jari udah capek ngetik karena di HP,
Maka, besok disambung lagi ya ceritanya. Good noght and have a nice dreams...

FATMA ZAHRA
02.31
Alahan Panjang, 4 Maret 2020